PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Kita sadar bawa bakat setiap individu berbeda satu yang
lainnya. Kemampuan untuk menangkap pelajaran juga berlainan, tingkat usahanya
pun juga berpariasi, maka faktor waktu yang dibutuhkan oleh individu yang
berbeda juga akan berbeda untuk menguasai materi atau bahan yang sama. Oleh
karena itu dapat kita rumuskan :
Agar setiap siswa dapat mencapai hasil belajar yang
diinginkan yang mencapai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, maka :
Ø Penguasaan terhadap satu unit
tertentu dipersyaratkan sebelum mereka lanjutkan keunit satu satuan bahan
berikutnya .Bahan ini pun disusun dari mulai yang paling sederhana menuju ke
yang lebih kompleks dan mulai dari yang mudah menuju kepada yang lebih sukar .
Ø Pengorganisasian pengajaran menjadi
satu dasar yang diatur secara logis dan sistematis
Ø Penguasaan teks diagnostik kemajuan
(diagnotic progress test) yang dilaksanakan sesudah siswa menyelesaikan
kegiatan belajar untuk satuan unit pelajaran tertentu. Kegiatan ini berguna
dalam rangka memperoleh balikan (feedback) mengenai ketetapan cara
belajar siswa dan tingkat penguasaan bahan yang sudah diperoleh.
Ø Sesudah informasi diperoleh maka
dilaksanakan kegiatan pengajaran perbaikan (learning correctives) berupa
bantuan khusus kepada siswa.
Bakat mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi hasil
belajar seseorang. Bakat ini berbeda pada setiap siswa yang kita kenal dengan
prinsip perbedaan individual.
Kualitas pengajaran turut menentukan ketuntasan penguasaan
bagi para siswa. Oleh karena itu, usaha untuk menertibkan siswa secara optimal
dalam kegiatan belajar mengajar, usaha membuat pengajaran lebih konkret, lebih
praktis, mempergunakan berbagai cara penguatan (reinforcement) akan
banyak membantu tingkat penguasaan bahan oleh para siswa.
Faktor
lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah kesanggupan siswa
untuk memahami pengajaran, ketekunan siswa, dan kesempatan yang diberikan untuk
mempelajari ruang lingkup bahan yang sudah ditentuka
I.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1. KONSEP
DASAR KESULITAN BELAJAR
Ketidakberhasilan
dalam proses belajar mengajar dalam mencapai ketuntasan bahan tidak dapat
dikembalikan kepada hanya satu factor yang terlibat dalam proses belajar
mengajar. Faktor yang dapat kita persoalkan adalah siswa yang belajar, jenis
kesulitan yang dihadapi siswa dan kegiatan yang terlibat dalam proses.
Yang
penting dalam kegiatan proses diagnostik masalah dalam belajar adalah menemukan
letak masalah dan jenis masalah yang dihadapi siswa agar pengajaran
perbaikannya (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara
efektif. Kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan :
- Bakat siswa yang berbeda.
- Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa.
- Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat yang bersifat individual dan usaha yang dilakukannya.
- Kualitas pengajaran yang tersedia
- Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajar.
Tingkat
dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan
perbaikannya.
1.2.2.
KEDUDUKAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DALAM
PEMBELAJARAN
Apabila
kita bicara tentang belajar, maka kita bicara tentang cara mengubah tingkah
laku seseorang atau individu melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya”.
Berdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam
melihat apa yang terjadi selama siswa mengalami pembelajaran untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Siswa, guru, dan tujuan adalah tiga hal penting yang
saling terkait selama proses belajar mengajar berlangsung. Secara skematik (Abin
Syamsudin: 155) interrelasi antara ketiga komponen tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Ø Siswa berusaha mengembangkan dirinya
seoptimal mungkin melalui belajar untuk mencapai tujuannya.
Ø Tujuan merupakan seperangkat tugas
atau tuntutan yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus tampak dalam
perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa yang dapat dievaluasi
(terukur).
Ø Guru selalu mengusahakan terciptanya
situasi yang tepat (mengajar) sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman
belajar pada diri siswa dengan mengarahkan segala sumber dan strategi belajar
mengajar yang tepat.
1.2.3. JENIS
KESULITAN BELAJAR
1).
Gangguan Motorik dan Persepsi
Ø Dispraksia,
macam-macamnya
a). Dispraksia ideomotoris, ditandai dengan
kurangnya kemampuan dalam melakukan gerakan sederhana seperti ; menggunting,
menggosok gigi, atau menggunakan sendok makan.Gerakannya terkesan canggung dan
kurang luwes.
b).
Dispraksia ideosional, ditandai anak dapat melakukan gerakan kompleks tetapi
tidak mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi lingkungan
yang tidak tenang. Kesulitannya terletak pada urutan-urutan gerakan, anak
sering bingung mengawali suatu aktivitas, misalnya mengikuti irama musik.
c).
Dispraksia konstruksional, ditemukan pada anak yang mengalami kesulitan
melakukan gerakan kompleks yang berkaitan dengan bentuk, seperti
menyusun
balok dan menggambar. Hal ini disebabakan karena kegagalan dalam konsep visiokonstruktif
2).
Kesulitan Belajar Kognitif
Pengertian kognitif mencakup berbagai aspek struktur
intelektual yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Kognitif merupakan fungsi
mental yang mencaku persepsi, pikiran, simbolisasi, penalaran, dan pemecahan
masalah. Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak
menggunakan bahasa dan menyelesaikan soal-soal berhitung.
3).
Gangguan Perkembangan Bahasa (Disfasia).
Disfasia adalah ketidakmampuan anak menggunakan simbol
linguistik dalam berkomunikasi secara verbal. Gangguan pada anakyang terjadi
pada fase perkembangan ketika anak belajar berbicara disebut disfasia
perkembangan (developmental dysphasia).
Disfasia ada dua jenis, yaitu disfasiareseptif dan disfasia
ekspresif. Pada disfasia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam
penerimaan bahasa. Anak dapat mendengar kata- kata yang diucapakan, tetapi
tidak mengerti apa yang didengar karena mengalami gangguan dalam peroses
stimulus yang masuk. Pada disfasia eksperesif, anak itdak mengalami gangguan pemahaman
bahasa, tetapi ia sulit mengekspresikan kata secara variabel. Anak dengan
gangguan perkembangan bahasa akan berdampak akan berdampak kemampuan membaca
dan menulis.
4).
Kesulitan dalam Penyelesaian Perilaku Sosial
Ada anak yang perilakunya tidak dapat diterima oleh
lingkungan sosialnya, baik oleh sesama anak, guru, maupun orang tau. Ia ditolak
oleh lingkungan sosialnya karna sering mengganggu, tidak sopan, tidak tahu
aturan, atau berbagai perilaku lainnya. Jika kesulitan penyusuaian perilaku
sosial ini tidak secepatnya ditngani maka tidah hanya menimbulakan kerugian
bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungannya.
5).
Kesulitan Belajar Akademik
Meskipun
sekolah mengajarkan berbagai mata
pelajaran atau bidang studi, namun klasifikasi
kesulitan belajar akademik tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran
atau bidang studi tersebut. Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar
hanya menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut:
1).
Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)
Kesulitan belajar
membaca sering disebut disleksia.
Kesulitan belajar membaca yang berat dinamakan aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk
menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan
kerja dan memungkinkan orang untuk berprestasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama.
Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia
visual. Gejala-gejala disleksia auditoris
adalah sebagai berikut:
a).
Kesulitan dalam diskriminasi auditoris
dan persepsi sehingga mengalami kesulitan dalam analisis fonetik,
contohnya anak tidak dapat membedakan kata ’ kakak, katak, kapak’;
b).
Kesulitan analisis dan sintesis auditoris, contohnya ‘ibu tidak dapat diuraikan
‘i-bu’ atau problem sintesa ‘p-i-ta’ menjadi ‘pita’. Gangguan ini dapat
menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja;
c).
Kesulitan auditoris bunyi atau kata. Jika di beri huruf tidak dapat mengingat
bunyi huruf atau kata tersebut, atau klau melihat kata tidak dan mengingatkannya
walaupun mengerti arti kata tersebut;
d)
Membaca dalam hati lebih baik dari pada membaca lisan;
e)
Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris;
f)
Anak cenderung melakuan aktivitas visual.
2).
Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia)
3).
Kesulitan Belajar Berhitung (Diskalkulia)
Kesulitan
belajar berhitung disebut juga diskalkulia.
Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemenbelajar berhitung yang harus dikuasai
oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah
konsep, komputasi,dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa,
berhitung merupakan bagian dari matematika yang merupakan sarana berpikir
keilmuan. Oleh karena itu, kesulitan belajar bahasa,kesulitan berhitung
hendaknya dideteksi dan ditangani dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi
anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran lain disekolah.
1.2.4.PROSEDUR DAN TEKNIK DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
1. Identifikasi Kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan
memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat
ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik,
penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa.
Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada
hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra
kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang
menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya
dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari
suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya
untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil
belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau
kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e. Melakukan analisis sosiometris,
dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial
2. Identifikasi Masalah
Langkah
ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa
dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran;
(g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Remedial atau
referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat
serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan
masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih
mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas
hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
4. Evaluasi dan Follow Up
Cara
manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan
bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi siswa.
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana
tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera
apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing
harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul
gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar
memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang
anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan
terarah.
I.4. MANFAAT PENELITIAN
Peserta
didik dapat terorganisir dari masalah-masalah kesulitan belajarnya
masing-masing,sehingga sesegera mungkin dapat di tolong ,yaitu dapat ditemukan
titik masalah yang dihadapinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pembahasan Teori
Diagnosis merupakan istilah teknis yang diambil dari bidang
medis. Menurut Thorndike dan Hagen (Abin Syamsudin, 2000: 307),
diagnosis diartikan sebagai:
- Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptons).
- Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kelemahan-kelemahan dan sebagainya yang esensial.
Keputusan yang dicapai setelah
dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu
hal.
2.2. Kerangka Pemikiran dan Argumentasi
Keilmuan
James Block, (1971) dari universitas California, Sanata Barbara adalah
seorang tokoh yang mengemukakan konsep belajar tuntas (mastery learning)
yang lebih menekankan strateginya pada kegiatan individual dalam belajar.
Konsep belajar tuntas yang dikemukakannya terutama menekankan kepada usaha
penguasaan bahan pengajaran atau kuliah secara aktual (Bloom, 1968)
dengan istilah learning for mastery dengan jalan :
Ø Membantu siswa yang dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar menghadapi masalah.
Ø Menyediakan waktu yang cukup untuk belajar
kepada siswa sesuai dengan kecepatan belajar yang dimilikinya secara individual
(rate of learning).
Ø Membatasi ruang lingkup bahan yang
harus dipelajari siswa dengan tingkat kesulitan tertentu.
Winkel (1995: 53) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan
nilai-sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif konstan dan berbekas”.
Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian
tujuanpembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus
dirumuskansecara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai
dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik,
berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah
dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai.
Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning)
dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil
dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah
ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka
siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat
digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai
hasil belajar.
2.3. Pengajuan Hipotesis
Berkenaan
dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
- Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
- Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan,
- Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Metode dan Rancangan Penelitian
Ruseffendi (1991: 467) Menyatakan bahwa “Kita dapat
mengetahui kelemahan anak melalui pengamatan guru sehari-hari di dalam atau di
luar kelas, tanya jawab, tes yang dilakukan guru, tes diagnostik, tes dari
buku, tugas-tugas dan semacamnya”. Jika kita ingin melihat kelemahan anak itu
sangat tergantung kepada keterampilan dan kemampuan guru sendiri, artinya salah
satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah mampu mendiagnosis
kesulitan siswa dalam belajar dan mampu mengadakan pengajaran remidial.
Tes diagnostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui
pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal,
untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes
dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam
arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan
melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
3.2. Pengumpulan Data dan Analisis Data
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan
dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami
kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam
belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan
oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat
bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Banyak faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar. Menurut Muhibbin (1995: 173) faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
Banyak faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar. Menurut Muhibbin (1995: 173) faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
- Faktor intern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa, labilnya emosi dan sikap, serta terganggunya indera-indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
- Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas siswa seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Agar semua peserta didik memperoleh
hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan
sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang
dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang
gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus
diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar. Evaluasi
yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan
belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback).
Tujuan utama evaluasi adalah
memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh
peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal
apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan,
sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan
belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah
sebagai berikut :
Ø
Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan
belajar.
Ø
Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok
yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus
dalam bidang studi.
Ø
Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic”
kemudian dibandingkan dengan nilai-nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria
tingkat penguasaan minimal komptensi yang dituntut.
Ø
Menganalisa hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan
yang dibuat.
Ø
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan belajar
mengajar, yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas
tertentu yang diberikan didalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara
belajar siswa dirumah melalui check list.
Ø
Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali
kelas, dan guru pembimbing.
Ø
Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya,
dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan
membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi
yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau
dengan melakukan analisa terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil
analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, kehadiran,
kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
Ø
Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan
mengalami berbagai kesulitan.
Ø
Memperkirakan alternatif pertolongan, menetapkan kemungkinan
cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
4.2. Saran
Sudah semestinya seorang guru harus
berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Seperti
diketahui, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sekurang-kurangnya
memiliki 3 fungsi utama. Pertama fungsi pengajaran, yakni Pertamamembantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan
dan keterampilan. Kedua, fungsi
administrasi, dan Ketigafungsi
pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh
pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga
dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar
coment