Welcome

Kamis, 21 Maret 2013

Makalah Psikologi Belajar



BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG
Kita sadar bawa bakat setiap individu berbeda satu yang lainnya. Kemampuan untuk menangkap pelajaran juga berlainan, tingkat usahanya pun juga berpariasi, maka faktor waktu yang dibutuhkan oleh individu yang berbeda juga akan berbeda untuk menguasai materi atau bahan yang sama. Oleh karena itu dapat kita rumuskan :
Agar setiap siswa dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan yang mencapai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, maka :
Ø  Penguasaan terhadap satu unit tertentu dipersyaratkan sebelum mereka lanjutkan keunit satu satuan bahan berikutnya .Bahan ini pun disusun dari mulai yang paling sederhana menuju ke yang lebih kompleks dan mulai dari yang mudah menuju kepada yang lebih sukar .
Ø  Pengorganisasian pengajaran menjadi satu dasar yang diatur secara logis dan sistematis
Ø  Penguasaan teks diagnostik kemajuan (diagnotic progress test) yang dilaksanakan sesudah siswa menyelesaikan kegiatan belajar untuk satuan unit pelajaran tertentu. Kegiatan ini berguna dalam rangka memperoleh balikan (feedback) mengenai ketetapan cara belajar siswa dan tingkat penguasaan bahan yang sudah diperoleh.
Ø  Sesudah informasi diperoleh maka dilaksanakan kegiatan pengajaran perbaikan (learning correctives) berupa bantuan khusus kepada siswa.

Bakat mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi hasil belajar seseorang. Bakat ini berbeda pada setiap siswa yang kita kenal dengan prinsip perbedaan individual.

Kualitas pengajaran turut menentukan ketuntasan penguasaan bagi para siswa. Oleh karena itu, usaha untuk menertibkan siswa secara optimal dalam kegiatan belajar mengajar, usaha membuat pengajaran lebih konkret, lebih praktis, mempergunakan berbagai cara penguatan (reinforcement) akan banyak membantu tingkat penguasaan bahan oleh para siswa.
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah kesanggupan siswa untuk memahami pengajaran, ketekunan siswa, dan kesempatan yang diberikan untuk mempelajari ruang lingkup bahan yang sudah ditentuka
I.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1. KONSEP DASAR KESULITAN BELAJAR
Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar dalam mencapai ketuntasan bahan tidak dapat dikembalikan kepada hanya satu factor yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Faktor yang dapat kita persoalkan adalah siswa yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi siswa dan kegiatan yang terlibat dalam proses.
Yang penting dalam kegiatan proses diagnostik masalah dalam belajar adalah menemukan letak masalah dan jenis masalah yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikannya (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif. Kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan :
  1. Bakat siswa yang berbeda.
  2. Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa.
  3. Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat yang bersifat individual dan usaha yang dilakukannya.
  4. Kualitas pengajaran yang tersedia
  5. Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajar.
Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan perbaikannya.

1.2.2. KEDUDUKAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DALAM
PEMBELAJARAN

Apabila kita bicara tentang belajar, maka kita bicara tentang cara mengubah tingkah laku seseorang atau individu melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya”. Berdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa mengalami pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Siswa, guru, dan tujuan adalah tiga hal penting yang saling terkait selama proses belajar mengajar berlangsung. Secara skematik (Abin Syamsudin: 155) interrelasi antara ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:





Ø  Siswa berusaha mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui belajar untuk mencapai tujuannya.
Ø  Tujuan merupakan seperangkat tugas atau tuntutan yang harus dipenuhi atau sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa yang dapat dievaluasi (terukur).
Ø  Guru selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri siswa dengan mengarahkan segala sumber dan strategi belajar mengajar yang tepat.

1.2.3. JENIS KESULITAN BELAJAR

1).      Gangguan Motorik dan Persepsi
Ø  Dispraksia, macam-macamnya
a).  Dispraksia ideomotoris, ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam melakukan gerakan sederhana seperti ; menggunting, menggosok gigi, atau menggunakan sendok makan.Gerakannya terkesan canggung dan kurang luwes.
b). Dispraksia ideosional, ditandai anak dapat melakukan gerakan kompleks tetapi tidak mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi lingkungan yang tidak tenang. Kesulitannya terletak pada urutan-urutan gerakan, anak sering bingung mengawali suatu aktivitas, misalnya mengikuti irama musik.
c). Dispraksia konstruksional, ditemukan pada anak yang mengalami kesulitan melakukan gerakan kompleks yang berkaitan dengan bentuk, seperti
menyusun balok dan menggambar. Hal ini disebabakan karena kegagalan dalam konsep visiokonstruktif

2).      Kesulitan Belajar Kognitif
Pengertian kognitif mencakup berbagai aspek struktur intelektual yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Kognitif merupakan fungsi mental yang mencaku persepsi, pikiran, simbolisasi, penalaran, dan pemecahan masalah. Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak menggunakan bahasa dan menyelesaikan soal-soal berhitung.


3).      Gangguan Perkembangan Bahasa  (Disfasia).
Disfasia adalah ketidakmampuan anak menggunakan simbol linguistik dalam berkomunikasi secara verbal. Gangguan pada anakyang terjadi pada fase perkembangan ketika anak belajar berbicara disebut disfasia perkembangan (developmental dysphasia).
Disfasia ada dua jenis, yaitu disfasiareseptif dan disfasia ekspresif. Pada disfasia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak dapat mendengar kata- kata yang diucapakan, tetapi tidak mengerti apa yang didengar karena mengalami gangguan dalam peroses stimulus yang masuk. Pada disfasia eksperesif, anak itdak mengalami gangguan pemahaman bahasa, tetapi ia sulit mengekspresikan kata secara variabel. Anak dengan gangguan perkembangan bahasa akan berdampak akan berdampak kemampuan membaca dan menulis.
4).     Kesulitan dalam Penyelesaian Perilaku Sosial
Ada anak yang perilakunya tidak dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh sesama anak, guru, maupun orang tau. Ia ditolak oleh lingkungan sosialnya karna sering mengganggu, tidak sopan, tidak tahu aturan, atau berbagai perilaku lainnya. Jika kesulitan penyusuaian perilaku sosial ini tidak secepatnya ditngani maka tidah hanya menimbulakan kerugian bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungannya.
5).      Kesulitan Belajar Akademik
            Meskipun sekolah mengajarkan  berbagai mata pelajaran atau bidang studi, namun klasifikasi  kesulitan belajar akademik tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran atau bidang studi tersebut. Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar hanya menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik  sebagai berikut:
                         1).      Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia)
      Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat dinamakan aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berprestasi dalam kehidupan masyarakat  secara bersama.
     

      Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual. Gejala-gejala disleksia auditoris   adalah sebagai berikut:
            a). Kesulitan dalam diskriminasi auditoris  dan persepsi sehingga mengalami kesulitan dalam analisis fonetik, contohnya anak tidak dapat membedakan kata ’ kakak, katak, kapak’;
            b). Kesulitan analisis dan sintesis auditoris, contohnya ‘ibu tidak dapat diuraikan ‘i-bu’ atau problem sintesa ‘p-i-ta’ menjadi ‘pita’. Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja;
            c). Kesulitan auditoris bunyi atau kata. Jika di beri huruf tidak dapat mengingat bunyi huruf atau kata tersebut, atau klau melihat kata tidak dan mengingatkannya walaupun mengerti arti kata tersebut;
                              d)     Membaca dalam hati lebih baik dari pada membaca lisan;
                              e)      Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris;
                              f)       Anak cenderung melakuan aktivitas visual.
                         2).      Kesulitan Belajar Menulis  (Disgrafia)
                         3).      Kesulitan Belajar Berhitung (Diskalkulia)
            Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemenbelajar berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah  konsep, komputasi,dan pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung merupakan bagian dari matematika yang merupakan sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, kesulitan belajar bahasa,kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran lain disekolah.

1.2.4.PROSEDUR DAN TEKNIK DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
1. Identifikasi Kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
a.       Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
b.      Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c.       Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d.      Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e.       Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
            3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
            Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
4. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.

I.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
I.4. MANFAAT PENELITIAN
Peserta didik dapat terorganisir dari masalah-masalah kesulitan belajarnya masing-masing,sehingga sesegera mungkin dapat di tolong ,yaitu dapat ditemukan titik masalah yang dihadapinya.






BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Pembahasan Teori
Diagnosis merupakan istilah teknis yang diambil dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (Abin Syamsudin, 2000: 307), diagnosis diartikan sebagai:
  1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptons).
  2. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kelemahan-kelemahan dan sebagainya yang esensial.
Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
2.2.      Kerangka Pemikiran dan Argumentasi Keilmuan
James Block, (1971) dari universitas California, Sanata Barbara adalah seorang tokoh yang mengemukakan konsep belajar tuntas (mastery learning) yang lebih menekankan strateginya pada kegiatan individual dalam belajar. Konsep belajar tuntas yang dikemukakannya terutama menekankan kepada usaha penguasaan bahan pengajaran atau kuliah secara aktual (Bloom, 1968) dengan istilah learning for mastery dengan jalan :
Ø  Membantu siswa yang dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar menghadapi masalah.
Ø  Menyediakan waktu yang cukup untuk belajar kepada siswa sesuai dengan kecepatan belajar yang dimilikinya secara individual (rate of learning).
Ø  Membatasi ruang lingkup bahan yang harus dipelajari siswa dengan tingkat kesulitan tertentu.

Winkel (1995: 53) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif konstan dan berbekas”.

Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuanpembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskansecara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.

2.3.      Pengajuan Hipotesis
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
  • Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
  • Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan,
  • Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.







BAB III
PEMBAHASAN

3.1.      Metode dan Rancangan Penelitian
Ruseffendi (1991: 467) Menyatakan bahwa “Kita dapat mengetahui kelemahan anak melalui pengamatan guru sehari-hari di dalam atau di luar kelas, tanya jawab, tes yang dilakukan guru, tes diagnostik, tes dari buku, tugas-tugas dan semacamnya”. Jika kita ingin melihat kelemahan anak itu sangat tergantung kepada keterampilan dan kemampuan guru sendiri, artinya salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah mampu mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar dan mampu mengadakan pengajaran remidial.
Tes diagnostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.

3.2.      Pengumpulan Data dan Analisis Data
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Banyak faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar. Menurut Muhibbin (1995: 173) faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:
  1. Faktor intern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa, labilnya emosi dan sikap, serta terganggunya indera-indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
  2. Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas siswa seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
















BAB IV
PENUTUP
4.1.      Kesimpulan
Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback).
Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut :
Ø  Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Ø  Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi.
Ø  Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai-nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal komptensi yang dituntut.
Ø  Menganalisa hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Ø  Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan didalam kelas, berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa dirumah melalui check list.
Ø  Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas, dan guru pembimbing.
Ø  Mengalokasikan letaknya kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisa terhadap catatan mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan penyelesaian tugas, kehadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan berpartisipasi dalam belajar.
Ø  Melokalisasikan jenis faktor dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
Ø  Memperkirakan alternatif pertolongan, menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
4.2.      Saran
Sudah semestinya seorang guru harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Seperti diketahui, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sekurang-kurangnya memiliki 3 fungsi utama. Pertama fungsi pengajaran, yakni Pertamamembantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan. Kedua, fungsi administrasi, dan Ketigafungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.










DAFTAR PUSTAKA

Referensi:




0 komentar:

Posting Komentar

coment