Berdasarkan
atas tulisan yang terdapat pada “kaki” tertutup dari Candi
Borobudur yang berbentuk huruf Jawa kuno yang berasal dari huruf
pallawa, maka dapat diperkirakan tahun berdirinya Candi tersebut,
yaitu pada tahun 850 Masehi, pada waktu pulau Jawa dikuasai oleh
keluarga raja-raja Sailendra antara tahun 832-900. Jadi umurnya sudah
lebih dari 1.000 tahun.Candi itu terdiri dari 2 juta bongkah batu,
sebagian merupakan dinding-dinding berupa relief yang mengisahkan
ajaran Mahayana. Candi tersebut berukuran sisi-sisinya 123 meter,
sedang tingginya termasuk puncak stupa yang sudah tidak ada karena
disambar petir 42 m. Yang ada sekarang tingginya 31,5 m. Pada
hakekatnya Borobudur itu berbentuk stupa, yaitu bangunan suci agama
Buddha yang dalam bentuk aslinya merupakan kubah (separoh bola) yang
berdiri atas alas dasar dan diberi payung di atasnya.
Candi
itu mempunyai 9 tingkat, yaitu : 6 tingkat di bawah,: "tiap sisinya
agak menonjol berliku-liku, sehingga memberi kesan bersudut banyak. 3
tingkat diatasnya:'' berbentuk lingkaran. Dan yang paling atas yang
disebut sebagai tingkat ke-10 adalah stupa besar ukuran diametrnya 9,90
m, tinggi 7 m.
Borobudur
tidak memiliki ruang-ruang yang dulunya dipakai sebagai tempat memuja
seperti candi-candi lainnya. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang
merupakan jalan sempit, kedua tepinya dibatasi oleh dinding candi,
mengelilingi candi tingkat demi tingkat.
Dari
satu tingkat lainnya di empat penjuru terdapat pintu gerbang masuk ke
tingkat lainnya melalui tangga. Di lorong-lorong inilah para umat Buddha
diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah
kanan. Upacara itu disebut pradaksima
Tingkat-10
Sejarawan
Belanda Dr. J.G. Casparis dalam desertasinya untuk mendapat gelar
doctor pada tahun. 1950 mengemukakan, bahwa Borobudur yang bertingkat 10
menggambarkan secara jelas terlihat filsafat agama Buddha Mahayana yang
disebut “Dasabodhisatwabhumi”.
Filsafat
itu mengajarkan, bahwa setiap orang yang ingin mencapai tingkat
kedudukan sebagai Buddha harus melampaui 10 tingkatan Bodhisatwa.
Apabila telah melampaui 10 tingkat itu, maka manusia akan mencapai
kesempurnaan dan menjadi seorang Buddha.
Perlu
diketahui, bahwa menurut ajaran Buddha Mahaya, diamping Buddha Gautama
yang kita kenal dalam sejarah, ada pula tokoh-tokoh Buddha lain-lainnya,
masing-masing menurut jamannya, baik di jaman lampau maupun di jaman
yang akan datang. Buddha di masa datang kini masih berada di dalam sorga
dan masih bertingkat Bodhisatwa adalah calon Buddha di masa datang.
Dr.
J. G. Casparis berpendapat, bahwa sebenarnya Borobudur merupakan tempat
pemujaan nenek moyang raja-raja Sailendra, agar nenek moyang mencapai
ke-Buddhaan.
Sepuluh
tingkat Borobudur itu juga melambangkan, bahwa nenek moyang raja
Sailendra yang mendirikan Borobudur itu berjumlah 10 orang. Berdasarkan
prasasti Karangtengah bertahun 824 M dan prasati Kahulunan bertahun 824
M. Dr. J.G. Casparis berpendapat bahwa pendiri Borobudur adalah raja
Sailendra bernama Samaratungga, kira-kira disekitar tahun 824. Bangunan
raksasa itu kiranya baru dapat diselesaikan oleh puterinya yaitu Ratu
Pramodawardhani.
Dalam hal tersebut para ahli belum terdapat kata sepakat.
Tingkatan –Tingkatan Borobudur
Pada
tahun 1929 Prof. Dr. W.F. Stutterheim telah mengemukakan teorinya,
bahwa Candi Borobudur itu hakekatnya merupakan “tiruan” dari alam semsta
yang menurut ajaran Buddha terdiri atas 3 bagian besar, yaitu: (1).
Kamadhatu; (2). Rupadhatu; dan (3). Arupadhatu.
Bagian
“kaki” melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh
kama atau nafsu (keinginan) yang rendah, yaitu dunia manusia biasa
seperti dunia kita ini.
Rupadhatu,
yaitu dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari ikatan nafsu, tetapi
maish terikat oleh rupa dan bentuk, yaitu dunianya orang suci dan
merupakan “alam antara” yang memisahkan “alam bawah” (kamadhatu) dengan
“alam atas” (arupadhatu).
Arupadhatu,
yaitu “alam atas” atau nirwana, tempat para Buddha bersemayam, dimana
kebebasan mutlak telah tercapai, bebas dari keinginan dan bebas dari
ikatan bentuk dan rupa. Karena itu bagian Arupadhatu itu digambarkan
polos, tidak ber-relief.
Patung-patung Dhayani Buddha
Pada
bagian Rupadhatu patung Dhayani Buddha digambarkan terbuka, ditempatka
di lubang dinding seperti di jendela terbuka. Tetapi dibagian Arupadhatu
patung-patung itu ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
berlubang-lubang seperti didalam kurungan. Dari luar masih tampak
patung-patung itu samar-samar.
Cara
penempatan patung seperti tersebut rupanya dimaksudkan oelh penciptanya
untuk melukiskan wujud samar-samar “antara ada dan tiada” sebagai suatu
peralihan makna antra Rupadhatu dan Arupadhatu.
Arupa
yang artinya tidak berupa atau tidak berwujud sepenuhnya baru tercapai
pada puncak dan pusat candi itu yaitu stupa terbesar dan tertinggi yang
digambarkan polos (tanpa lubang-lubang), sehingga patung didalamnya
sama sekali tidak tampak.
Stupa-stupa
kurungan patung-patung di bagian Arupadhatu yang bawah bergaris miring,
sedang lubang-lubang seperti yang diatasnya bergaris tegak.
Menurut
almarhum Prof. Dr. Sucipta Wirjosaputro lubang-lubang seperti tersebut
merupakan lambang tentang proses tingkat-tingkat lenyapnya sisa nafsu
yang terakhir.
Lubang-lubang
yang bergaris miring (lebih rendah dari lainnya) menggambarkan, bahwa
di tingkat itu masih ada sisa-sisa dari nafsu, sedang pada tingkat di
atasnya yang bergaris tegak menggambarkan nafsu itu telah terkikis
habis, dan hati pun telah lurus.
Reliefnya
panjang 3 km; arcanya 505 buah .Relief pada dinding-dinding candi
Borobudur itu menurut Drs. Moehkardi dalam intisari jumlahnya ada 1460
adegan, sedang relief yang dekoratief (hiasan) ada 1212 buah. Panjang
relief itu kalau disambung-sambung seluruhnya dapat mencapai 2.900 m,
jadi hampir 3 km.
Selanjutnya
di tingkat Arupadhatu terdapat pula arca-arca Dhyani Buddha yang
dikurung dalam stupa, masing-masing tingkat sebanyak : 32, 24 dan 16
jumlah 72 buah.
Akhirnya
di stupa induk paling atas, dahulunya terdapat pula sebuah patung Sang
Adhi Buddha, yaitu Buddha tertinggi dalam agama Buddha Mahaya. Maka
julah seluruhnya adalah 3 x 92 buah jumlah 432 + 64 + 1 = 505 buah.
Permainan angka yang mengagumkan.
Drs. Moehkardi mengemukakan adanya permainan angka dalam Candi Borobudur yang amat mengagumkan, sebagai berikut :
Jumlah
stupa di tingkat Arupadhatu (stupa puncak tidak di hitung) adalah: 32,
24, 26 yang memiliki perbandingan yang teratur, yaitu 4:3:2, dan
semuanya habis dibagi 8.
Ukuran
tinggi stupa di tiga tingkat tsb. Adalah: 1,9m; 1,8m; masing-masing
bebeda 10 cm. Begitu juga diameter dari stupa-stupa tersebut, mempunyai
ukuran tepat sama pula dengan tingginya : 1,9m; 1,8m; 1,7m.
Beberapa
bilangan di borobudur, bila dijumlahkan angka-angkanya akan berakhir
menjadi angka 1 kembali. Diduga bahwa itu memang dibuat demikian yang
dapat ditafsirkan : angka 1 melambangkan ke-Esaan Sang Adhi Buddha.
Perhatikan bukti-buktinya dibawah ini :
Jumlah tingkatan Borobudur adalah 10, angka-angka dalam 10 bila dijumlahkan hasilnya : 1 + 0 = 1. Jumlah
stupa di Arupadhatu yang didalamnya ada patung-patungnya ada : 32 + 24 +
16 + 1 = 73, angka 73 bila dijumlahkan hasilnya: 10 dan seperti diatas 1
+ 0 = 10.
Jumlah
patung-patung di Borobudur seluruhnya ada 505 buah. Bila angka-angka
didalamnya dijumlahkan, hasilnya 5 + 0 + 5 = 10 dan juga seperti diatas 1
+ 0 = 1.
Sang
Adhi Buddha dalam agama Buddha Mahaya tidak saja dianggap sebagai
Buddha tertinggi, tetapi juga dianggap sebagai Asal dari segala Asal,
dan juga asal dari keenam Dhyani Buddha, karenanya ia disebut sebagai
“Yang Maha Esa”.
Demikianlah
keindahan Borobudur sebagai yang terlihat dan yang terasakan,
mengandung filsafat tinggi seperti yang tersimpan dalam sanubari bangsa
Timur, khususnya bangsa kita.
0 komentar:
Posting Komentar
coment