Manusia
jawa(tiyang Jawi) pada umumnya rela /mau dengan sengaja, menempuh
kesukaran dan ketidaknyamanan untuk maksud-maksud ritual dalam budaya
ritual keagamaan, yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha seperti
itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi
kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya. Mereka
juga bahwa orang bisa menjadi lebih tekun, dan terutama bahwa orang yang
telah melakukan usaha semacam itu kelak akan mendapatkan pahala.Tirakat kadang-kadang dijalankan dengan berpantang makan selain nasi putih saja (Mutih) pada hari senin dan kamis,
|
dengan
jalan berpuasa pada bulan puasa (Siyam) ada terkadang juga berpuasa
selama beberapa hari (Nglowong) menjelang hari-hari besar Islam, seperti
pada Bakda Besar (Bulan pertama menurut perhitungan orang Jawa), yaitu bulan Sura.
Orang Jawa juga mempunyai adat untuk hanya makan sedikit sekali (tidak
lebih daripada yang dapat dikepal dengan satu tangan) ngepel, untuk
jatah makannya selama satu atau dua hari, atau adat untuk berpuasa dan
menyendiri dalam suatu ruangan (ngebleng), bahkan ada juga yang
melakukannya di dalam suatu ruangan yang gelap pekat, yang tidak dapat
ditembus oleh sinar cahaya (patigeni)
|
Tirakat
dapat juga dijalankan pada saat-saat khusus, misalnya pada waktu orang
menghadapi suatu tugas berat, waktu mengalami krisis dalam keluarga,
jabatan, atau dalam hubungan dengan orang lain, tetapi dapat juga pada
waktu suatu masyarakat atau negara berada dalam suatu masa bahaya, pada
waktu terkena bencana alam, epidemi dan sebagianya. Dalam keadaan
seperti itu melakukan tirakat dapat dianggap sebagai tanda rasa prihatin
yang dianggap perlu oleh orang Jawa bila seseorang berada dalam keadaan
bahaya.
Bertapa ( Tapabrata )
Tapabrata
dianggap oleh para penganut Agami Jawi sebagai suatu hal yang sangat
penting, Dalam kesusateraan kuno orang kuno, konsep tapa dan tapabrata
diambil langsung dari konsep Hindu tapas, yang berasal dari buku-buku
Veda. Selama berabad-abad para pertapa dianggap sebagai orang keramat,
dan anggapan bahwa dengan menjalankan kehidupan yang ketat dengan
disiplin tinggi, serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat mencapi
tujuan-tujuan yang sangat penting. Dalam cerita-cerita wayang kita
sering dapat menjumpai adanya tokoh pahlawan yang menjalankan tapa.
Orang
jawa mengenal berbagai cara bertapa, dan cara-cara itu telah disebutkan
oleh J. Knebel (1897 : 119-120 ) dalam karangannya mengenai kisah
Darmakusuma, murid dari seorang wali di abad ke 16, berbagai cara
menjalankan tapa adalah :
Ketiga
jenis tapa yang tersebut terakhir, sebenarnya juga dilakukan oleh
orang-orang yang hanya menjalankan tirakat aja, oleh karena itu batas
antara tirakat dan tapabrata itu tidak begitu jelas. Walaupun demikian
bahwa kita harus memperhatikan bahwa ke 11 jenis tapabrata itu jarang
dilakukan secara terpisah, semua biasanya dijalankan dengan tata urut
tersendiri, atau dilakukan dengan cara menggabung-gabungkan.
Oleh
karena itu tapa semacam itu mirip dengan tapas pada orang hindu dahulu,
sehingga dengan demikian ada suatu perbedaan fungsional antara tirakat
dan tapabrata. Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata
bersamaan dengan samadi, dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu
saja tujuan dari tapa semacam ini adalah untuk mendapatkan kenikmatan
duniawian, akhirnya perlu disebutkan bahwa pada orang Jawa tapa
merupakan salah satu cara penting dan utama untuk bersatu dengan Tuhan.
Meditasi atau Semedi.
Bahwa
meditasi dan tapa adalah sama, serta perbedaan antara keduanya hanya
terletak pada intensitas menjalankannya saja. Teknik-teknik serta
latihan-latihan untuk melakukan meditasi ada bermacam-macam, yaitu dari
yang sangat sederhana, seperti memusatkan perhatian pada titik-titik
hujan yang jatuh ditanah, hingan yang sukar dan berat dijalankan,
seperti menatap cahaya yang terang benderang dari dalam sebuah gua yang
gelap ditepi pantai, dengan gemuruh ombak sebagai latar belakangnya,
sambil berdiri dengan posisi yang sukar selama 12 jam berturut-turut.
Meditasi
atau semedi memang biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata,
orang yang melakukan tapa ngeli misalnya, tidak hanya duduk diatas
rakitnya saja sambil mbengong, tidak berbuat apa-apa, ia biasanya juga
bermeditasi. Sebaliknya meditasi seringkali juga dijalankan bersama
dengan suatu tindakan keagamaan lain, misalnya dengan berpuasa atau
tirakat.
Maksud
yang ingin dicapai dengan bermeditasi itu ada bermacam-macam, misalnya
untuk memperoleh kekuatan iman dalam menghadapi krisis sosial ekonomi
atau sosial politik, untuk memperoleh kemahiran berkreasi atau
memperoleh kemahiran dalam kesenian, untuk mendapatkan wahyu, yang
memungkinkannya melakukan suatu pekerjaan yang penuh tanggung jawab atau
untuk menghadapi suatu tugas berat yang dihadapinya. Namun banyak orang
melakukan meditasi untuk memperoleh kesaktian ( kasekten ) disamping
untuk menyatukan diri dengan sang Pencipta
Nulada laku utomo,
Tumrape wong tanah jawi
Wong Agung hing ngeksi ganda Panembahan Senopati
Kapati hamarsudi,sudane howo lan nepsu
Pinesu topobroto,tanapihing siang ratri
Amemangun karianak tyasing sasomo
|
0 komentar:
Posting Komentar
coment